Bisnis online di Indonesia berkembang sangat pesat.Perdagangan di dunia maya itu diproyeksikan bakal mengurangi transaksi ritel modern. Kanwil Ditjen Pajak Jatim I pun kini mulai mengawasi transaksi online lewat room e-commerce.
Kepala Kanwil Ditjen Pajak Jatim I (Surabaya) Ken Dwijugiasteadi mengatakan, penawasan e-commerce harus dilakukan, mengingat potensi pajak dari bisnis online cukup besar dan terus berkembang dari tahun ke tahun. “Saat ini kontribusi bisnis onlinedi Jatim sekitar 10 persen dari total perdagangan,’’ kata Ken di kantornya kemarin.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, sumbangan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) terhadap PDRB (produk domestik regional bruto) berkisar 30,2 persen. PHR adalah kontrobutor PDRB terbesar. Tapi kontribusi pajaknya terhadap struktur ekonomi Jatim pada 2013 berada di tingkat kedua, yakni 21,9 persen.
Penyumbang pajak tertinggi adalah industri pengolahan dengan porsi 39,37 persen. “Banyak investasi yang masuk Jatim berdampak pada penerimaan sektor industri pengolahan besar,” katanya.
Menurut Ken, Aprindo (Asosiasi Peritel Indonesia) memprediksi e-commerce akan menjadi pengganti ritel modern yang menjadi tren saat ini. Dia menyebut pengawasan perdagangan online bisa dilihat dari situs yang ada. “Untuk alamat kantor, kita melihat di IP address. Sedangkan omzet, petugas pajak memantau dari perusahaan pengiriman,” tuturnya.
Mengenai penerimaan pajak 2013, Ditjen Pajak Jatim I membukukan Rp 16,69 triliun atau 88,95 persen dari target yang dipatok Rp 18,764 triliun. Angka sebesar itu tumbuh 14,94 persen jika dibandingkan dengan realisasi 2012. Pada 2012 capaian Ditjen Pajak Jatim I tercatat Rp 14,521 triliun atau 98,25 persen dari target yang dipatok Rp 14,78 triliun.
Ken menyebut penerimaan pajak yang tidak mencapai target dipengaruhi kondisi ekonomi Jatim. Pertumbuhan ekonomi Jatim pada 2012 mencapai 7,12 persen dan menjadi 6,9 persen pada 2013. “Tapi, pertumbuhan realisasi pajak Jatim I lebih tinggi daripada pertumbuhan alami 2013 yang hanya 11,4 persen,” tutur dia.
Tahun ini pihaknya memproyrksikan pertumbuhan 20 persen. Itu sesuai dengan growth Ditjen Pajak untuk penerimaan secara nasional. Optimisme di tengah tekanan ekonomi tersebut bisa dicapai karena investasi yang masuk di Jatim pada 2013 senilai Rp 7,3 triliun. Usaha baru yang berjalan, sambung dia, meningkatkan pajak sebagai dampak ekonomi dari industri yang masuk.
“Pajak output dari aktivitas itu yang dikejar,” jelasnya. Strategi lain, lanjut dia, dilakukan dengan mengidentifikasi aktivitas ekspordan impor berdasar data PT Pelabuhan Indonesia III. Pajak juga digenjot dengan mengintensifkan potensi di sektor konstruksi dan jasa. “Kami telah sosialisasi dengan REI dan bekerja sama dengan Pemprov Jatim,” ucapnya. (dio/c11/oki)
Sumber : Jawa Pos, Rabu 22 Januari 2014, halaman 6