Quantcast
Channel: Badan Litbang SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika
Viewing all articles
Browse latest Browse all 370

Lambatnya Regenerasi Akulturasi Budaya di Palu Karena Aspek Idiologi dan Aspek Religius

$
0
0

 

Media pertunjukan rakyat yang dipandang paling efektif dan popular untuk digunakan dalam diseminasi informasi publik di Prov.Sulawesi Tengah, Palu, yaitu: Balia, Dadendate, Rego, dan Dera. Media pertunjukan rakyat di Sulawesi Tengah dominan berasal dari upacara ritual yang mengandung nilai magis dan kepercayaan pada masalah gaib, atau roh halus sebagai media dasarnya. Upacara ritual tersebut berkembang menjadi seni pertunjukan rakyat dalam bentuk tarian rakyat tradisional. Media pertunjukan rakyat itu didominasi perpaduan antara gerakan tari ritual, dan lantunan syair-syair yang mengandung panggilan roh halus, untuk penyembuhan yang dikemas dalam berbagai bentuk ritual yang bersifat sakral. Demikian hasil FGD pada penelitian “Media Pertunjukan Rakyat” di Prov.Sulawesi Tengah dengan tim peneliti Puslitbang APTIKA dan IKP: S. Arifianto dan Achmad Budi Setiawan, pada 9 s.d 13 April 2013

Proses regenerasi media tari pertunjukan rakyat dikalangan muda berjalan lambat karena menyangkut berbagai aspek. Aspek ideologi, adanya perbedaan pandangan dari kalangan tua yang ingin mempertahankan keaslian budaya tradisional sesuai pakemnya, namun tidak sejalan dengan alih regenerasi yang menginginkan kreasi baru yang banyak dilakukan kalangan muda. Aspek religius, sebagian besar seni tari pertunjukan rakyat di Sulawesi Tengah berasal dari ”upacara ritual adat yang di komodifikasi menjadi seni tari pertunjukan rakyat yang masih mengadopsi tatacara upacara ritual itu.

Intje Mawar.A.Lasasi, perwakilan Dewan Kesenian Prov.Sulteng pada FGD di Graha Mulia Hotel,  mengungkapkan bahwa pelestarian media tradisional telah dilakukan, dengan melestarikan berbagai upacara ritual adat, yang realitasnya banyak mengundang penonton lokal, maupun turis manca Negara. “Misalnya upacara penyembuhan penyakit dengan media tradisional “Balia”. Dalam ritual tersebut banyak ditemukan “gerakan tari” untuk dikembangkan menjadi kreasi seni tari yang sesungguhnya,” ungkap Dewan Kesenian tersebut.

Pada kesempatan yang sama, Christian Bante, Akademisi Bidang Budaya, mengatakan bahwa transformasi budaya tidak akan terjadi bila kalangan tua tidak pernah mengajari kesenian tradisional kepada kalangan muda. “Tidak ada media yang bisa menjelaskan pada generasi muda tentang bagaimana mengkreasikan seni pertunjukan rakyat yang tetap berakar pada budaya aslinya. Solusinya, kita harus menghidupkan kembali lembaga-lembaga adat sebagai acuan dalam menyusun program pengembangan seni pertunjukan rakyat di daerah, sehingga ada keserasian dan kesinambungan antara program pembangunan dengan kearifan lokal daerah,” ujar Akademisi Budaya tersebut. (NM)

Print Friendly

Viewing all articles
Browse latest Browse all 370

Trending Articles